Selasa, 12 Agustus 2014

Bung Karno: Saya Anti Komunisto-phobi!

Bung Karno: Saya Anti Komunisto-phobi!

Selasa, 12 Agustus 2014 | 12:09 WIB 0 Komentar | 346 Views
 Bung Karno-32.jpg
Hantu komunisme kembali dibangunkan. Kali ini, di ajang Pemilu Presiden (Pilpres) tahun 2014, hantu komunisme dipakai untuk menakut-nakuti para pemilih agar tidak memilih Calon Presiden (capres) tertentu.
Komunisme memang pernah ditumpas habis di Indonesia. Tepatnya di tahun 1965 hingga 1970-an. Orang-orang komunis, juga mereka yang dicap ‘komunis’, menjadi sasaran pembantaian. Organisasi komunis dilarang. Ideologinya pun tidak beri ruang hidup. Alhasil, sejak tahun 1970 hingga sekarang, komunisme sudah ibarat “hantu”.
Namun demikian, hantu komunis tak kalah menakutkan. Penguasa Orde Baru selalu mewanti-wanti adanya ‘bahaya laten komunisme’. Setiap bentuk oposisi terhadap rezim Orde Baru bisa segera dicap sebagai ‘komunisme gaya baru’ dan sejenisnya. Belum lagi, narasi tentang komunisme terus dirawat dalam ingatan massa: tidak bertuhan, tidak bermoral, menghalalkan segala macam cara, tukang fitnah, dan lain-lain. Begitulah rezim Orde Baru merawat ketakutan atau phobia terhadap komunisme.
Phobia terhadap komunisme, atau sering disebut komunisto-phobi, bukanlah barang baru. Ini sudah muncul sejak jaman pergerakan anti-kolonialisme di tahun 1920-an. Kala itu, untuk mencegah persatuan antara kaum marxis, nasionalis, dan islamis, pihak penguasa kolonial dan cecungutnya menebar phobia terhadap komunisme. Itulah yang memicu keretakan kerjasama antara Sarekat Islam (SI) dengan kaum komunis di tahun 1920-an.
Di tahun 1960, ketika politik Indonesia makin condong ke kiri, terutama setelah pencanangan Manifesto Politik (Manipol) yang menegaskan tentang cita-cita sosialisme Indonesia, penyakit phobia terhadap komunisme makin mewabah. Bung Karno marah besar dan mengutuk keras penyakit komunisto-phobi itu.
“Segala apa saja yang menuju kepada angan-angan baru dicap”Komunis”. Anti kolonialisme – Komunis. Anti exploitation de l’homme par l’homme - Komunis. Anti feodalisme-Komunis. Anti kompromis – Komunis.Konsekwen revolusioner – Komunis,” kata Bung Karno pada pidatonya tanggal 17 Agustus 1960.
Bung Karno menganggap komunisto-phobi sebagai penyakit mental dan pikiran yang menghambat kemajuan (progressivitas). Mereka yang mengidap penyakit ini cenderung konservatif dan reaksioner dalam soal politik dan ekonomi. Tak hanya itu, kata Soekarno, komunisto-phobia juga merupakan pencerminan dari dari jiwa kapitalis, feodalis, federalis, kompromis, dan blandis (orang yang berpikiran meniru penjajah Belanda). Karena itu, penyakit komunisto-phobi sangatlah bertentangan dengan revolusi.
Mereka yang mengidap penyakit komunisto-phobi sering ‘mengkomuniskan’ setiap langkah-langkah progressif-revolusioner di lapangan ekonomi, politik, dan sosial-budaya. Alhasil, dengan mencap komunis setiap langkah progressif itu, para pengidap komunisto-phobi hendak mempertahankan keadaan lama. Makanya Bung Karno menganggap para pengidap komunisto-phobi ini sebagai pendukung kapitalisme dan feodalisme.
Salah satu isu yang kerap dicap komunistik jaman itu adalah land-reform. Padahal, di mata Bung Karno, land-reform bukanlah trademark kaum komunis, melainkan keharusan objektif untuk memperbaiki struktur penguasaan dan pemanfaatan tanah agar bisa mendatangkan kemakmuran bersama. “Land-reform adalah syarat mutlak untuk mendirikan masyarakat adil dan makmur,” kata Bung Karno di hadapan para anggota Golongan Karya Nasional, di Jakarta, 11 Desember 1965.
Pasca peristiwa G 30 S 1965, phobia terhadap komunisme makin bertiup kencang. Orang-orang PKI dan massa pengikut ormasnya dibantai. Mereka yang dicap ‘komunis’ pasti dijagal. Kampanye anti-komunis pun berhembus kencang.
Bung Karno marah besar. Baginya, kampanye anti-komunis itu justru berpotensi melemahkan Nasakom. Sebab, komunis (Kom) merupakan salah satu pilar dari Nasakom. Kemudian, kampanye anti-komunis juga berpotensi menarik mundur gerak maju revolusi Indonesia. Sebab, salah satu aspek dari revolusi Indonesia adalah cita-cita sosialisme Indonesia, yakni sebuah masyarakat adil dan makmur serta sama-rata dan sama-rasa.
Bung Karno mendefenisikan komunisme sebagai cita-cita sosial yang menghendaki satu masyarakat adil dan makmur tanpa exploitation de I’homme par I’homme (penindasan manusia atas manusia). Dan karena itu, Bung Karno menganggap cita-cita Komunisme tidak bertolak belakang dengan cita-cita Revolusi Indonesia. Komunisme dan Revolusi Indonesia sama-sama memperjuangkan masyarakat sosialistik.
“Kalau tidak mau pada Kom, bahkan menentang kepada KomKom dalam arti yang tempo hari kukatakan, menghendaki suatu masyarakat adil dan makmur tanpa exploitation de I’homme par I’homme, persama-rasa-sama-rataan politik dan ekonomi, siapa yang tidak demikian, dia tidak berpegang pada azimat Revolusi. Sebab, salah satu azimat Revolusi ini adalah Nasakom,” tegas Soekarno di HUT Perwari, di Jakarta, 17 Desember 1965.
Bung Karno juga menolak menghapus kontribusi PKI dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Menurutnya, seperti juga kaum nasionalis dan agamais, PKI punya kontribusi besar dalam mendatangkan kemerdekaan. Bung Karno bilang, “..kalau ada orang berkata, kom tidak ada jasanya dalam perjuangan kemerdekaan, aku telah berkata pula berulang-ulang, malahan di hadapan partai-partai yang lain, dan aku berkata, barangkali dari semua parpol-parpol, diantara semua parpol-parpol, ya baik dari Nas (Nasionalis) maupun A (agamais), tidak ada yang telah begitu besar korbannya untuk kemerdekaan Indonesia daripada golongan Kom ini, katakanlah PKI, saudara-saudara.”
Bung Karno juga melabrak mereka yang anti-marxisme. Tanggal 28 Februari 1966, di hadapan peserta Sapta Warsa Gerakan Siswa Nasional Indonesia (GSNI), Bung Karno terang-terangan mengakui dirinya seorang marxis. “Aku tegaskan dengan tanpa tedeng aling-aling, ya, aku marxis,” kata Bung Karno.
Bung Karno memang seorang marxis. Sejak usia belasan tahun, ketika masih mondok di rumah HOS Tjokroaminoto, ia sudah bersentuhan dengan ajaran marxisme. Ia juga kerap berdiskusi dengan tokoh-tokoh PKI/ISDV, seperti Sneevliet, Semaun, Alimin, dan Musso. Tak hanya itu, pemikiran Soekarno sangat dipengaruhi oleh teori marxisme. Dalam artikel berjudul “Menjadi Pembantu Pemandangan: Soekarno, oleh…Soekarno sendiri”, yang dimuat di koran Pemandangan, 1941, Bung Karno menganggap marxisme sebagai teori yang paling kompeten untuk memecahkan soal sejarah, politik, dan sosial-kemasyarakatan.
Karena itu, ketika MPRS kala itu berusaha meringkus marxisme, Bung Karno marah besar. “Kalau engkau (MPRS) mengambil keputusan melarang Marxisme, Leninisme, Komunisme, saya akan ketawa,” tegasnya.
Menurutnya, setiap ajaran atau pemikiran sangat terkait dengan economische verhoudingen (relasi sosial ekonomi). Komunisme, kata dia, akan selalu lahir dan berkembang jika sociaal econimische verhoudingen (keadaan sosial-ekonomi) masih buruk. Karena itu, untuk menghilangkan komunisme, keadaan sosial-ekonomi rakyat harus diperbaiki.
Terkait peristiwa G 30 S/1965, Bung Karno punya sikap yang jelas: yang mesti dilarang adalah kegiatan atau aktivitas politik yang melenceng dan mengancam keselamatan negara, bukan melarang ajarannya. Sebab, ajaran marxisme sangat berguna dalam perjuangan rakyat Indonesia. “Kalau kita marah pada tikus yang menggerogoti kue, kita tangkap tikusnya, bukan membakar rumah,” ujarnya.
Selain itu, Bung Karno juga melihat penyakit komunisto-phobi ini sebagai bentuk politik pecah-belah. Terutama untuk mencegah kelanggengan persatuan kaum nasionalis, agamais, dan komunis (Nasakom). Padahal, dalam kerangka menuntaskan revolusi nasional, persatuan tiga kekuatan itu bersifat mutlak.
Konsep Nasakom sendiri bukanlah wangsit dari langit. Bung Karno menjelaskan, konsep nasakom itu punya akar sejarah yang kuat dan tak terbantahkan. Menurutnya, tiga aliran politik itulah, yakni nasionalis, islamis, dan marxis, yang punya andil besar dalam perjuangan anti-kolonial dan merebut kemerdekaan. “Inilah azas-azas yang dipeluk oleh pergerakan-pergerakan rakyat di seluruh Asia. Inilah faham-faham yang menjadi roh-nya pergerakan-pergerakan di Asia itu. Roh-nya pula pergerakan-pergerakan di Indonesia-kita ini,” tulis Soekarno dalam risalahnya yang terkenal, Nasionalisme, Islamisme, dan Marxismedi tahun 1926.
Di lapangan praktek, konsep Nasakom bukannya belum teruji. Di tahun 1918 berdiri front politik bernama Radicale Consentratie. Front ini merangkul organisasi dari tiga spektrum tersebut, yakni Sarekat Islam, Budi Utomo, Insulinde, Pasundan, dan ISDV. Kemudian di tahun 1927, atas inisiatif Bung Karno dari PNI, dibentuk lagi sebuah front politik bernama PPPKI (Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia). Front ini juga mencakup kaum nasionalis, agamais, dan sosialis.
Kita juga jangan lupa dengan Kongres Pemuda tahun 1928. Kongres yang membulatkan tekad “satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa” tersebut juga digarap bersama oleh pemuda-pemuda dari golongan nasionalis, agamis, dan sosialis. Kemudian, pada tahun 1939, dibentuk front politik luas bernama Gabungan Politik Indonesia (GAPI) untuk menuntut Indonesia berparlemen. Front ini mencakup juga organisasi-organisasi, seperti Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia), Parindra, Pasundan, Persatuan Minahasa, PSII, Partai Islam Indonesia (PII), dan Persatuan Politik Katolik Indonesia.
Bung Karno juga melabrak mereka yang mengaku Pancasilais tetapi anti terhadap Kom (komunisme). Menurutnya, Pancasila itu sebetulnya tidak anti terhadap kom. Di sini, kom diartikan sebagai sebuah ideologi sosial untuk mendatangkan masyarakat adil dan makmur. Selain itu, kata Bung Karno, sebagai ideologi pemersatu, pancasila merangkul semua ideologi yang sejalan dengan cita-cita revolusi Nasional Indonesia.
Bung Karno juga marah besar terhadap pengikutnya, yakni kaum marhaenis, yang anti-terhadap marxisme. Ia menyebut marhaenis yang anti-marxisme sebagai marhaenis palsu alias gadungan. “..orang yang menamakan dirinya Marhaenis, tetapi tidak menjalankan Marxisme di Indonesia, apakah dia Marhaenis apa tidak? Saya bilang bukan! Orang demikian itu marhaenis gadungan! Saudara-saudara,” kata Bung Karno saat memberi wejangan di Kongres Partindo, di Jakarta, tahun 1961.
Jadi, dari uraian singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa: pertama, komunisto-phobia adalah penyakit mental dan pikiran yang menentang kemajuan di lapangan politik, ekonomi, dan sosial-budaya; kedua, komunisto-phobia adalah senjata kaum nekolim dan antek-anteknya untuk memecah belah persatuan nasional bangsa Indonesia; dan ketiga, komunisto-phobi adalah pengingkaran terhadap cita-cita Revolusi Indonesia, yakni sosialisme Indonesia.
Timur Subangun, kontributor Berdikari Online
 
Sumber Artikel: http://www.berdikarionline.com/bung-karnoisme/20140812/bung-karno-saya-anti-komunisto-phobi.html#ixzz3ACYKvBLe 
Follow us: @berdikarionline on Twitter | berdikarionlinedotcom on Facebook

Sabtu, 05 Juli 2014

MAKLUMAT JOKOWI -JK


Diunduh dari FB:
Pidato Jkw di Konser 2 Jari

MAKLUMAT JOKOWI JK
• Saudara- saudari sekalian, tidak ada yang lebih membanggakan dalam hidup saya selain berdiri di sini dihadapan Anda semua. Anda adalah orang-orang yang selalu bekerja keras, mengorbankan waktu dan tenaga, menyumbangkan pikiran dan gagasan serta semangat untuk mewujudkan jalan kebaikan dan perubahan bagi Indonesia

• Anda semua adalah pembuat sejarah dan sejarah baru sedang kita buat. Itulah yang menjadi alasan mengapa saya dan pak JK berdiri di sini

• Apresiasi kepada semua yang menjaga nilai-nilai keagamaan, di Masjid, di Gereja, di Vihara, di Pura. Serta mereka yang konsisten melestarikan nilai-nilai adat nusantara

• Saya dan Pak Jk berdiri di sini bukan karena nafsu untuk berkuasa apalagi dengan menghalalkan segala cara.

• Kami berdemokrasi untuk mendengar. Kami datang untuk ikut menyelesaikan masalah, bukan menambah masalah.
Kami hadir untuk ikut memberi rasa damai, bukan jadi pemicu konflik.

• Saudara-saudari, kita berkumpul untuk membulatkan tekad, menyatukan hati dan bekerja keras sebagai tanggung jawab untuk melakukan perubahan demi kebaikan Indonesia dengan cara-cara bermartabat.

• Kita berkumpul di sini sebagai bagian dari demokrasi yang memastikan partisipasi seluruh rakyat untuk menentukan masa depan bangsa, penghormatan pada hak azasi manusia, berjuang untuk keadilan dan memelihara keberagaman serta perdamaian.


• Kita menolak segala bentuk intimidasi, kebohongan dan kecurangan yang mencuri hak rakyat untuk menentukan masa depan Indonesia.

• Sebarkan kebaikan…! Rakyat tidak perlu percaya pada fitnah dan kebohongan. Kita semua telah dihantam fitnah dan kebohongan, tapi kita tak pernah tumbang karena kita bekerja tulus untuk Republik tercinta.

• Kita semua adalah penyala harapan untuk Indonesia. Kekuatan kita adalah pada kerelaan. Anda rela bersatu padu, berdiri tegak, bekerja keras menyuarakan pesan tegas bahwa tidak ada yang tidak mungkin untuk perubahan.

• Saya dan Pak JK sekali lagi berterimakasih pada seluruh relawan, pemuka agama, tokoh masyarakat, aktifis, pekerja seni, petani, nelayan, buruh, guru, pegawai negeri , mahasiswa – pelajar, dan seluruh lapisan masyarakat untuk menyatukan tekad mengawal proses pemilu Presiden ini demi tercapainya cita-cita bersama.

• Buat generasi muda, adik- adik saya… Kalian pemilik masa depan Indonesia. Ijinkan kakakmu ini mengajak kalian semua untuk ikut menentukan arah Indonesia

• Jalan tinggal selangkah lagi. Jaga TPS Anda…!

• Saya dan pak Jk berjanji jika Anda memberi kehormatan luar biasa pada kami untuk menjadi Presiden dan wakil Presiden, maka kami akan bekerja keras setiap hari untuk Anda, dan untuk anak-anak Anda.

• Salam perdamaian, Salam 2 jari…!

INDONESIA BERJUANG  DAN GERPINDO SERUKAN: PILIH JOKOWI-JK, PASANGAN NO.2 !!!

Kamis, 05 Juni 2014

BUNG KARNO SEBAGAI BAPAK PEMERSATU BANGSA INDONESIA DAN AJARANNYA*) (Oleh MD Kartaprawira)

Untuk memperingati Hari Ultah Bung Karno  06 Juni 2014 kami siarkan kembali pidato MD Kartaprawira  pada tahun 2001 dalam pertemuan besar masyarakat Indonesia "Peringatan 100 Tahun Bung Karno" di Diemen (Nederland). Kami berpendapat sebagian besar dari tulisan tersebut masih relevan dewasa ini sebagai  bahan kajian sejarah. Terima kasih, Redaksi INDONESIA BERJUANG.


BUNG KARNO SEBAGAI BAPAK PEMERSATU BANGSA INDONESIA
DAN AJARANNYA*)
(Oleh MD Kartaprawira)

PERJUANGAN BUNG KARNO MEMPERSATUKAN BANGSA 
Bung Karno sebagai pejuang pemersatu bangsa, pejuang melawan kolonialisme 
dan imperialisme, proklamator kemerdekaan bangsa Indonesia dan presiden RI 
pertama selalu dikenal dan dihormati oleh rakyat Indonesia. Sebab selama 
hayatnya Bung Karno telah menyera hkan seluruh tenaga dan fikirannya untuk 
mempersatukan bangsa Indonesia agar menjadi bangsa besar yang hidup dalam 
masyarakat berkeadilan dan berkemakmuran - masyarakat adil makmur, yang 
bebas dari penindasan manusia atas manusia, dan eksploitasi manusia atas 
manusia. 
Semua konsekwensi perjuangan untuk itu dia hadapi dengan berani, meskipun 
harus masuk keluar penjara, menjalani pembuangan dari satu tempat ke 
tempat lain, menghadapi pencaci-makian dari lawan-lawan politiknya, 
pengkhianatan dari kawan-kawan seperjuangann ya, mempertaruhkan kekuasaan 
dan jiwanya pada saat kesehatannya yang sudah sangat kritis. 
Kepeduliannya atas nasib rakyat Indonesia yang dijajah oleh kolonialisme 
Belanda adalah motor yang menggerakkan jiwa Bung Karno untuk menyerahkan 
seluruh jiwa raganya dalam perjuangan politik tersebut. Maka tidak 
mengherankan kalau garis perjuangan Bung K arno adalah melenyapkan 
kolonialisme untuk berdirinya Indonesia Merdeka. Bung Karno menyadari 
bahwa perjuangan melawan kolonialisme tidak bisa lepas dengan perjuangan 
melawan kapitalisme. Maka perjuangan Indonesia Merdeka juga tertuju kepada 
terbentuknya masyarakat adil makmur (sosialisme Indonesia), yang bebas 
dari eksploitasi manusia atas manusia. Dan akhirnya, perjuangan untuk 
Indonesia Merdeka dan terbentuknya masyarakat adil makmur tidak bisa 
tercapai tanpa adanya persatuan seluruh bangsa Indonesia. 

Atas dasar pokok-pokok pikiran tersebut di atas Bung Karno telah berhasil: 
1. Menggugah rasa kebangsaan, sehingga bisa membangkitkan kesedaran diri 
bahwa harus bersatu padu untuk melawan penjajahan. Sebagai hasil proses 
kesadaran itulah maka lahir Sumpah Pemuda pada Oktober 1928 yang merupakan 
manifestasi tekad para pemuda untu k mewujudkan bangsa Indonesia bersatu 
di bawah semboyan satu bangsa - bangsa Indonesia, satu bahasa - bahasa 
Indonesia, dan satu tanah air - tanah air Indonesia. 2. Dengan dukungan 
rakyat, memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 
Agustus 45, yang diikuti dengan pembentukan UUD 1945, pemerintahan beserta 
alat perlengkapan negara lainnya. Indonesia Merdeka inilah yang selalu 
ditunggu segera kelahirannya, tanpa menunggu sampai rakyat bisa membaca, 
berbudaya tinggi dsb. 3. Memimpin bangsa untuk mempertahankan negara dari 
usaha-usaha come-backnya kolonialisme Belanda yang disertai dengan aksi 
kolonial pertama dan kedua. Bagaimana pun beratnya mempertahankan negara 
menghadapi lawan yang persenjataannya jauh melebihi, denga n persatuan 
seluruh kekuatan bangsa perjuangan dapat dimenangkan. 4. Menggagalkan 
politik devide et impera Belanda yang dengan mendirikan negara-negara 
boneka bertujuan untuk mengeroyok RI di dalam Republik Indonesia Serikat. 
Tetapi kenyataannya, negara-negara buatan van Mook tersebut satu demi satu 
bergabung dengan RI . Dan akhirnya RIS berubah menjadi NKRI secara 
konstitusional. Hal ini membuktikan api persatuan Bung Karno tetap 
membakar jiwa rakyat di daerah-daerah tersebut dan gagallah proyek 
federalisme van Mook. 5. Dengan tindakan tegas menyelamatkan negara dari 
bahaya separatisme dan gerombolan-gerombolan pembrontak (RMS, 
PRRI-Permesta, Di/TII, Gerombolan Andi Azis dll.) sehingga Indonesia 
terhindar dari ancaman disintegrasi yang sangat berbahaya bagi eksistensi 
negara Indonesia yang masih muda. 6. Memimpin perjuangan rakyat merebut 
kembali Irian Barat dari cengkeraman kolonialisme Belanda, sehingga 
tercapailah persatuan dan kesatuan Indonesia dari Sabang sampai Merauke. 

Harus diakui bahwa perjuangan mempersatukan bangsa yang begitu majemuk 
suku bangsanya, etniknya, agamanya, tingkat budayanya, wilayah dan 
jumlahnya yang begitu besar, dan dilakukan dalam keadaan yang serba 
kekurangan adalah kesuksesan yang maha besar. Sua tu bukti persatuan 
bangsa dapat memenangkan segala macam perjuangan. 


SUMBER IDE PERSATUAN BUNG KARNO 
Seluruh kiprah perjuangan Bung Karno yang telah berhasil mempersatukan 
bangsa Indonesia melawan kolonialisme Belanda, mendirikan Negara Republik 
Indonesia (bahkan menggalang solidaritas internasional melawan nekolim), 
adalah buah ide dan gagasan cemerlang 
 yang dilahirkannya sejak masa mudanya. 

Suatu ide politik tidak akan lepas dari suatu situasi di mana penggagas 
berpijak. Ide Bung Karno lahir di mana bangsa Indonesia dalam keadaan 
nestapa karena penjajahan kolonialisme Belanda dan eksploitasi sistem 
kapitalisme. Maka tidak mengherankan kalau benang merah ide dan ajaran 
Bung Karno adalah persatuan bangsa Indonesia untuk mengubah kenestapaan 
rakyat menuju masyarakat adil dan makmur yang bebas dari eksploitasi 
manusia atas manusia. Jelas ide persatuan tersebut mempunyai tujuan luhur, 
bukannya p ersatuan demi persatuan. 

1. Ide persatuan yang pertama dipublikasikan dalam sebuah artikel 
"Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme". Dalam artikel tersebut dengan 
jelas ide persatuan antara tiga golongan itu menjadi intinya. Sebab 
masyarakat Indonesia pada dasarnya langsung atau ti dak terlibat dalam 
ketiga ideologi tersebut. Dan Kenyataan tersebut tidak bisa dibantah oleh 
siapapun. Dalam artikel tersebut,yang ditulis pada tahun 1926 di dalam 
Suluh Indonesia Muda, dan dalam masa gawat-gawatnya perjuangan melawan 
kolonialisme Belanda , dengan jelas Bung Karno menganjurkan dan 
membuktikan bahwa persatuan antara masyarakat penganut Nasionalisme, 
Islamisme dan Marxisme bisa terjadi. 

2. Ide persatuan tercermin juga dalam ajaran Marhaenisme. Dalam 
Marhaenisme ini tercermin ide persatuan kekuatan akar bawah, sebab 
persatuan di sini terutama diarahkan kepada kaum: proletar, tani dan kaum 
melarat lainnya. Mereka inilah yang oleh Bung Karn o disebut kaum marhaen. 
Untuk merekalah perjuangan terbentuknya masyarakat adil dan makmur dengan 
memegang panji-panji sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi. 

3. Ide Persatuan tercermin dalam Pancasila, yang dilahirkan oleh Bung 
Karno pada 1 Juni 1945 di dalam pidatonya di dalam sidang Badan Penyelidik 
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dengan jelas sekali 
ajaran persatuan nasional, persatuan 
 bangsa Indonesia ini dituangkan dalam pidato tersebut. Anggota BPUPKI 
yang terdiri dari bermacam-macam golongan ternyata bisa menerima Pancasila 
sebagai Dasar Filsafat Negara Indonesia Merdeka. Bung Karno dalam 
pidatonya di Universitas Indonesia tahun 19 53 yang berjudul "Negara 
Nasional dan cita-cita Islam" melukiskan bagaimana susah payahnya 
menghasilkan kompromi dalam sidang BPUPKI. Sebab kalau tidak menyetujui 
adanya Pancasila mungkin Indonesia tidak akan muncul sebagai Indonesia 
seperti dewasa ini.
Mungkin di wilayah ex-Hindia Belanda ini yang muncul 
adalah negara Indonesia tanpa Minahasa, Bali, Batak Toba, Kep. Maluku, 
Timor, Flores dan lain-lainnya. Demikianlah Pancasila yang merupakan 
tuangan ide persatuan bangsa, yan! g kemudian dijadikan dasar filsafat 
negara RI. 
4. Ide Persatuan tercermin juga dalam konsep NASAKOM (persatuan unsur 
Nasionalis, Agama dan Komunis). Nasakom ini sesungguhnya penyempurnaan 
dari ide yang tertuang dalam artikel "Nasionalisme, Islamisme dan 
Marxisme". Hanya saja unsur Islam diperluas menjadi unsur Agama(A), 
sehingga di dalamnya persatuan tersebut selain Islam terdapat agama-agama 
lainnya (Katolik, Protestan Hindu, Budha). Sedang unsur KOM adalah 
penegasan bahwa dialah yang karena tanpa tedeng aling-aling menonjolkan 
ide Marxisme, diakui sebagai unsur yang mewakili golongan marxisme. 
Dengan demikian NASAKOM merupakan realisasi ide persatuan Bung Karno 
sesuai configurasi peta politik konkrit pada waktu itu. 

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN PEDOMAN PERSATUAN NASIONAL 
Semua ide Bung Karno tentang persatuan tersebut di atas terkonsentrir di 
dalam Pancasila, yang telah menjadi dasar negara RI. Maka uraian mengenai 
Pancasila akan mendapatkan tempat yang utama. 

Situasi politik di Indonesia yang sangat rawan akan ancaman disintegrasi 
bangsa adalah disebabkan karena akibat kekuasaan rezim orde baru yang 
telah menyelewengkan nilai-nilai Pancasila. Maka mengkaji, menghayati dan 
mengamalkan nilai-nilai Pancasila adal ah salah satu usaha penting untuk 
menghidarkan bahaya disintegrasi bangsa dewasa ini. Fakta historis 
tanggal 1 Juni 1945 yang melahirkan Pancasila harus dijadikan titik tolak 
dalam mengkaji dan mengamalkan Pancasila, supaya tidak terjadi penafsiran 
kontroversial tentang hakekat Pancasila yang sebenarnya. 

Adalah sangat penting untuk mengembalikan makna nilai-nilai Pancasila 
sesuai dengan apa yang digagas oleh Bung Karno. Maka dalam mengkaji balik 
Pancasila, pertama-tama harus kita akui bahwa Pancasila itu digali oleh 
Bung Karno, yang tertuang dalam pidaton ya pada tanggal 1 Juni 1945 di 
depan sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. 
Sebab dari situ kita akan menemukan inti filsafat Pancasila sebenarnya, 
yang langsung dari penggalinya - Bung Karno. 

Mengenai Pancasila, Bung Karno selalu menyatakan dirinya hanya sebagai 
Penggalinya. Tapi sesungguhnya pernyataan itu hanya sebagai pernyataan 
rendah hati. Yang tepat sesungguhnya Bung Karno tidak hanya sebagai 
penggali, tetapi juga penciptanya. 'Menggali' 
 berarti mengambil sesuatu yang masih merupakan bahan mentah dari 
kandungan bumi. Sedang 'mencipta' berarti mengolah, membuat sedemikian 
rupa sehingga bahan-bahan galian yang masih mentah tersebut menjadi 
barang-jadi. 

Seperti kita ketahui Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, misalnya, memang digali 
dari bumi Indonesia, dimana rakyatnya telah berabad-abad menganut berbagai 
macam agama. Tapi tergalinya fakta tersebut, belumlah cukup untuk 
mengatakan adanya atau terciptanya sila 
 Ketuhanan Yang Maha Esa sesuai dengan Falsafah Pancasila. Fakta tersebut 
masih merupakan bahan galian yang mentah. Sebab fakta adanya 
bermacam-macam agama belum merupakan konsepsi falsafah yang bisa menangkal 
kemungkinan timbulnya bentrokan atau pepera ngan antara 
penganut-penganutnya. Bahan galian tersebut baru menjadi salah satu sila 
dari Pancasila setelah diolah oleh Bung Karno menjadi suatu rumusan 
filsafat negara yang berintikan toleransi, saling menghormati dan 
persatuan dari para penganut berbaga i-bagai agama untuk bersama-sama 
mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur. Begitu juga sila Kebangsaan 
(nasionalisme, persatuan Indonesia) adalah hasil godogan Bung Karno dari 
rasa kesadaran sukubangsa-sukubangsa yang mendiami wilayah Indonesia 
sebagai kesatuan bangsa Indonesia dengan rasakesadaran menghargai dan 
menghormati ma rtabat bangsa lain. Dengan digalinya fakta bahwa di 
kepulauan Indonesia terdapat suku-suku bangsa yang bermacam-macam, belum 
bisa menjamin tidak adanya permusuhan antar-suku. Lebih dari itu 
Nasionalisme dalam filsafat Pancasila adalah Nasionalisme yang be rpadu 
dengan Humanisme, yang oleh Bung Karno disebut sosio-nasionalisme (Ben 
Anderson menamakannya Nasionalisme Kerakyatan). Jadi jelas bukan 
nasionalisme sempit yang menuju kepada sovinisme, seperti yang berkembang 
di Eropah. 

Sedang sila Demokrasi (Musyawarah-mufakat,atau Kerakyatan yang dipimpin 
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan) adalah suatu 
hasil godogan antara galian yang berwujud musyawarah dan mufakat yang 
telah ada berabad-abad dikalangan masya rakat Indonesia dengan falsafah 
yang mengarah kepada tercapainya keadilan dan kemakmuran rakyat bersama. 
Maka demokrasi yang demikian itu bukanlah demokrasi yang menjurus ke 
anachisme, yang liberal-liberalan untuk berlomba memupuk kekuasaan dan 
kekayaan b agi diri sendiri, keluarganya atau kelompoknya, hingga 
melupakan kepentingan rakyat. Demokrasi berdasarkan filsafat Pancasila 
oleh Bung Karno disebut Sosio-Demokrasi, yaitu Demokrasi yang bersenyawa 
dengan tuntutan Sila Keadilan Sosial, yang merupakan dem okrasi di bidang 
politik, ekonomi dan budaya. 

Demikianlah bahan-bahan mentah yang telah digali Bung Karno telah dia 
masak dengan 'bumbu-bumbu': toleransi, persatuan dan cita-cita masyarakat 
adil makmur sehingga tercipta menjadi Pancasila Dasar Filsafat Negara RI 
dan pedoman untuk perjuangan persatua n nasional. Kita tidak bisa 
memalsukan sejarah Pancasila, yang dilahirkan pada 1 Juni 1945 di depan 
sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Maka 
segala tafsiran mengenai Pancasila haruslah bertolak pada sumber aslinya, 
kalau t idak mau dikatakan memutar-balikkan sejarah dan hakekat Pancasila. 

Selanjutnya Bung Karno menyatakan Pancasila bisa diperas menjadi Trisila 
(Sosio-nasionalisme, Sosio-demokrasi, Ketuhanan YME). Sedang Trisila bisa 
juga diperas menjadi Ekasila - Gotongroyong. Perasan terakhir ini 
mencerminkan inti dari Pancasila, yaitu pe rsatuan seluruh kekuatan bangsa 
Indonesia untuk bersama-sama bergotong royong berjuang demi terbentuknya 
masyarakat adil dan makmur. 

Formulasi Pancasila seperti yang diucapkan Bung Karno di BPUPKI 
diformulasikan di dalam UUD 45 (dan konstitusi RIS, UUDS NKRI 1950) agak 
berbeda. Meskipun demikian Pancasila yang tercantum di dalam UUD 45 
(Pembukaan) tidak bisa dikatakan bertentangan deng an Pancasila yang 
diucapkan Bung Karno pada 1 Juni 1945.
Hanya dua hal yang menurut pendapat 
kami harus mendapatkan perhatian bahwa; 1. Bagaimanapun formulasinya di 
dalam Pembukaan UUD 45, tetaplah Bung Karno sebagai Penggali/Penciptanya. 
2. Bagaimanapun formulasinya di dalam Pembukaan UUD 45 haruslah segala 
penafsiran dan pengamalannya sesuai dengan yang tersurat dan tersirat di 
dalam pidato Pancasila Bung Karno. Hal ini penting sekali untuk 
menghindarkan penyalah gunaan ajaran Pancasila. 
  
LIKU-LIKU SEJARAH PERJALANAN PANCASILA 
Di masa kekuasaan Orde Baru Pancasila selalu dijadikan label pada kegiatan 
dan kebijakannya. Nama Pancasila dicatut untuk menutupi kekuasaan fasis 
otoriter yang anti rakyat, anti nasional dan anti demokrasi. Demikianlah 
dengan pembubuhan kata Pancasila pa da "Demokrasi" muncullah apa yang 
dinamakan "Demokrasi Pancasila", dengan mana rezim Orde Baru selama 32 
tahun telah melakukan tindakan-tindakan yang melanggar Pancasila itu 
sendiri, UUD 45, HAM dan keadilan. 
Di samping itu Orde Baru tidak hanya menjadikan Pancasila sebagai label 
belaka, tapi juga memperalat sedemikian rupa sehingga dengan mudah 
penguasa bisa mencap seseorang yang berbeda politiknya, melanggar atau 
mengkhianati Pancasila. Dan bersamaan dengan itu penguasa menyebarkan 
"momok komunis/komunisme" untuk menakut-nakuti rakyat. 
Rezim Orde Baru juga melakukan usaha-usaha untuk menghapus jasa-jasa Bung 
Karno dari sejarah Indonesia dan memanipulasi Pancasila. Misalnya, 
penguasa yang melalui mendikbudnya - Nugroho Notosusanto, berusaha 
memalsukan fakta sejarah, dengan pernyataannya bahwa penggali Pancasila 
bukan Bung Karno. Kita belum lupa penghapusan peringatan 1 Juni - Hari 
lahirnya Pancasila dan diganti dengan peringatan terbunuhnya para jenderal 
dalam peristiwa G30S dengan nama Hari Kesaktian Pancasila, yang tidak ada 
kaitannya sama sekali dengan Pancasila. Dan sangat menyedihkan bahwa uang 
negara dihambur-hamburkan oleh rezim Orde Baru hanya untuk mengelola suatu 
badan yang bernama BP-7 (dbp. Alwi Dahlan), yang nota bene bertujuan agar 
"Pancasila" tetap bisa dimanfaatkan sebaga i kendaraan untuk 
mempertahankan kekuasaan Orba. 
Pada zaman Orde Baru, 5 paket UU politik dan Dwifungsi ABRI merupakan 
perangkat politik yang jelas-jelas menjegal realisasi sila Demokrasi 
(musyawarah-mufakat), sehingga mengakibatkan demokrasi menjadi lumpuh 
tidak berjalan. Kekuasaan totaliter-militerist ik Orde Baru selama 32 
tahun mengakibatkan rakyat dewasa ini harus mulai belajar demokrasi lagi. 
Dan terasa sampai dewasa ini demokrasi hanya dijadikan alat untuk 
menang-menangan dalam perebutan kepentingan golongan, sehingga 
mengorbankan kepentingan raky at. 

Kesenjangan sosial warisan Orde Baru sampai sekarang terus ditanggung 
rakyat. Kalau kesenjangan sosial ini diumpamakan sebagai rumput kering, 
maka siapa saja yang melempar api kepadanya akan terbakarlah rumput 
tersebut dan terjadilah malapetaka yang tragi s. Api penyulutnya itu bisa 
dari perselisihan etnis, agama, politik, dan apa saja. Maka tidak 
mengherankan timbulnya keresahan-keresahan sosial di beberapa daerah 
sebagai pencerminan menipisnya nilai-nilai Pancasila di kalangan 
masyarakat. 

Dengan adanya pembakaran gereja-gereja dan tempat ibadah lainnya, telah 
membuktikan tentang adanya bahaya yang mengancam ajaran toleransi 
kehidupan antar-agama yang terkandung dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. 
Dengan adanya bentrokan fisik antara orang- orang Dayak dan orang-orang 
Madura di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah yang mengorbankan banyak 
nyawa juga membuktikan adanya bahaya yang mengancam atas ajaran kerukunan 
antar-sukubangsa yang terkandung di dalam Sila Persatuan Indonesia 
(Nasionalis me). Ucapan seorang menteri Orde Baru pada 17 Juni 1997 di 
Surabaya bahwa:"Halal darah dan nyawa para 'perusuh'", menunjukkan 
bagaimana nilai-nilai Pancasila direalisir oleh Orde Baru. 

Seandainya saja kue hasil pembangunan itu bisa mengucur dari atas ke bawah 
- ke rakyat, dari pusat ke daerah, mungkin keresahan sosial sedikit demi 
sedikit bisa diatasi. Tapi sampai sekarang kue pembangunan tersebut hanya 
dinikmati oleh kalangan tertentu saja. Padahal untuk membiayai terciptanya 
'kue pembangunan' ini telah dikeruk habis-habis kekayaan rakyat (minyak, 
gas, hutan, emas dll.) ditambah dengan hutang luar negeri yang berjumlah 
kurang lebih 150 milyar USD. Ada suatu anggapan bahwa kalangan lapi san 
atas dengan sengaja berusaha melupakan katakunci 'pemerataan', yang sejak 
dulu (sebelum adanya perestroikanya Gorbacev) telah merupakan tujuan dari 
Sila Keadilan Sosial. Sedang pembangunan yang berwujud gedung-gedung 
tinggi megah, obyek-obyek rekreasi 
 mewah, jalan-jalan aspal halus dan sebagainya, bukanlah pembangunan yang 
diperlukan bagi kepentingan puluhan juta orang yang hidup disekitar garis 
kemiskinan

Juga jalannya sila Perikemanusiaan (Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab) 
masih perlu diluruskan. Adalah wajar bahwa setiap perbuatan yang melawan 
hukum harus ditindak sesuai peraturan hukum yang berlaku. Tapi jelas tidak 
wajar bahwa didalam negara hukum In donesia telah terjadi pembunuhan 
massal dan penahanan puluhan ribu orang selama bertahun-tahun tanpa proses 
hukum, yang sampai sekarang belum ada tanda-tanda penegakan hak azasi yang 
terlanggar tersebut. Adalah sukar diterima oleh akal sehat bahwa orang y 
ang menjadi korban penyerbuan (di gedung DPP PDI jalan Diponegoro tahun 
1996) malah diseret ke pengadilan dan dijatuhi hukuman. Dimana sila 
Kemanusian? Yang Adil dan Beradab? Nol besar, tidak ada kemanusiaan, 
tidak ada keadilan, apalagi yang beradab. Ka sus-kasus yang terjadi di 
zaman Orde Baru tersebut, sampai sekarang dampaknya masih terasa dan belum 
terselesaikan. 

Sejarah Pancasila adalah bagian dari sejarah Indonesia. Mengenang sejarah 
Pancasila mau atau tidak mau kita mengenang Bung Karno juga, yang telah 
berjasa menggali, menciptakan dan menempatkan Pancasila sebagai Dasar 
Filsafat Negara Indonesia. Tidaklah sal ah kalau Pancasila dikatakan 
sebagai hasil pemikiran Bung Karno yang genial, yang mengandung 
nilai-nilai filsafat tinggi, yang bisa diterapkan tidak hanya di 
Indonesia, tapi juga di negara-negara lain demi kerukunan ummat dan 
perdamaian dunia. Adalah sua tu penyelewengan terhadap Pancasila, apabila 
penafsirannya tidak berdasarkan Pancasila-asli, seperti yang diucapkan 
Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945. Mengenang Bung Karno adalah mengenang 
sejarah perjuangan rakyat Indonesia yang mendambakan kerukunan, 
kemerdekaan, perdamaian, keadilan dan kemakmuran. 
PERSATUAN UNTUK PERJUANGAN REFORMASI 
Dalam era reformasi dewasa ini kiranya perlu dikobarkan lagi ide persatuan 
Bung Karno demi suksesnya gerakan reformasi, demi penghancuran sisa-sisa 
kekuatan Orde Baru dan sistemnya. Hanya dengan demikianlah pengentasan 
bangsa dan negara dari kungkungan mu ltikrisis bisa dilaksanakan. 

Ini berarti bahwa para elite politik harus menghentikan perang-tandingnya 
dalam perebutan kedudukan dan kekuasaan, mengarahkan moral intelektualnya 
kepada perbaikan nasib rakyat yang terpuruk dalam kubangan multikrisis 
dewasa ini. Para elit politik harus sadar diri akan perlunya toleransi dan 
hidup berdampingan secara damai antar ummat beragama, perlunya kerukunan 
kehidupan antar suku-bangsa dan etnik, perlunya kesadaran akan supremasi 
hukum, HAM dan Keadilan sosial. 

Proses disintegrasi bangsa dan negara yang sedang berjalan dewasa ini 
adalah akibat dari proses pembodohan yang dilakukan oleh Orde Baru, yang 
mengakibatkan rakyat kehilangan jiwa dan semangat Pancasila, tidak 
mengenal kembali nilai-nilai Pancasila. Sebab Orde Baru sendiri tidak 
berkepentingan untuk merealisasi nilai-nilai Pancasila yang sebenarnya, 
seperti apa yang diajarkan Bung Karno dalam pidatonya 1 Juni 1945 di 
sidang BPUPKI. Tapi sebaliknya ajaran Pancasila bahkan diselewengkan dan 
ditunggangi untuk kepentingan kelanggengan kekuasaannya. 

Dewasa ini, setelah jatuhnya rezim Suharto, muncullah kepermukaan alam 
nyata akibat pembodohan dan diselewengkannya Pancasila: di beberapa daerah 
timbul gerakan separatisme, kerusuhan yang bermuatan isu agama, 
pertentangan antara etnik dan lain-lainnya. Hal itu, seperti telah 
diuraikan di atas, menunjukkan hilangnya rasa sebagai satu bangsa, rasa 
toleransi dan saling menghormati dalam kehidupan beragama dan rasa 
kerukunan suku-suku bangsa dalam kehidupan bermasyarakat. Sedang 
merebaknya organisasi-organisasi kemiliteran dewasa ini, yang dapat 
dikategorikan sebagai salah satu bentuk pengingkaran nilai-nilai 
Pancasila, jelas hanya menambah eskalasi keresahan di dalam masyarakat 
yang telah bosan akan keresahan. 

Dalam era perjuangan untuk reformasi dewasa ini perlu sekali satu point 
penting dari Manipol (Manifesto Politik) diperhatikan. Yaitu pemisahan 
antara kawan dan lawan revolusi Indonesia. Tapi sesuai dengan perkembangan 
politik dewasa ini, point tersebut harus diformulasikan sebagai pemisahan 
kawan reformasi dan lawan reformasi (atau Pro-Reformasi dan 
Kontra-Reformasi). Hal ini penting sekali di mana kekuatan orde Baru masih 
bertebaran di seluruh lembaga-lembaga negara dan kemasyarakatan. Jangan 
sampai yang 
 kita rangkul adalah lawan reformasi dan sebaliknya kawan malah kita 
tendang. Bagaimana kita bisa mencapai tujuan reformasi, kalau di dalam 
barisan reformasi bercokol tokoh-tokoh anti reformasi. 

Bahwasanya Presiden Gus Dur dalam berbagai kesempatan mengangkat Soekarno 
dan ajaran-ajarannya, patutlah mendapatkan acungan jempol. Sebab apa yang 
dilakukan Gus Dur tersebut merupakan suatu hal yang sangat langka 
dilakukan oleh elit-elit politik lainnya. 
 Mereka sebaliknya malah selalu menjelek-jelekkan Bung Karno, menyamakan 
Soekarno dengan Soeharto. Tapi dalam kaitannya dengan Pidato Perdamaian 
yang diucapkan Presiden Gus Dur, di mana diminta agar kita menghilangkan 
istilah orde-orde-an (Orba, Orla), agaknya perdamaian semacam itu dapat 
disangsikan kemaslahatannya. Hal itu sama saja mencampur harimau dan 
kambing dalam satu kandang, setelah penghapusan nama "harimau" dan 
"kambing". Akibatnya hanya ketragisan yang akan kita peroleh. Sebaliknya 
kita seharusnya lebih jeli lagi melihat siapa kawan dan siapa lawan 
reformasi, kita harus lebih giat lagi mengexpose kejahatan-kejahatan 
Orba, yang telah mencelakakan Negara dan Bangsa. Menghilangkan kata "Orde 
Baru" (Orba) dalam kamus politik sama saja kita menghapus atau paling 
tidak melupakan kejahatan-kejahatan Orde Baru. 

Maka dari itu dalam perjuangan untuk reformasi kita harus lebih menekankan 
perlunya persatuan bangsa atas dasar prinsip persatuan bangsa seperti yang 
tertuang dalam Pancasila ajaran Bung Karno, dengan tanpa melupakan siapa 
kawan dan lawan reformasi. 

Dari uraian di atas jelaslah bahwa ide dan ajaran Bung Karno tentang 
persatuan bangsa sangat relevant sebagai salah satu pedoman untuk 
mengatasi multikrisis di Indonesia dewasa ini. 

Dalam memperingati HUT ke-100 Bung Karno sepantasnyalah kalau kita 
mengangkat salut setinggi-tingginya kepada Bung Karno, yang telah berjasa 
menanamkan ide persatuan bangsa dan yang dengan konsekwen mempertahankan 
ide tersebut dari masa mudanya hingga akhir hayatnya. Bahkan pencopotan 
jabatan presiden oleh MPR-Orba yang dipimpin jendral A.H.Nasution (dengan 
TAP MPR No.XXXIII/1967) tidaklah menggoyahkan konsistensinya atas ide dan 
ajarannya tersebut di atas. Dalam perjuangan reformasi dewasa ini, yang 
antara lain berjuang untuk menegakkan keadilan, maka selayaknyalah 
gerakan reformasi menuntut pencabutan TAP MPR No.XXXIII/1967, yang tidak 
adil dan inkonstitusional, sebagai tanda penghormatan atas jasa-jasa Bung 
Karno terhadap bangsa dan negara. 

Nederland, Juni 2001 
PERINGATAN 100 TAHUN BUNG KARNO 


*) Disampaikan dalam acara sarasehan pada Peringatan HUT ke-100 BUNG KARNO di Amsterdam/Diemen, Nederland tanggal 02 Juni 2001.Dimuat dalam buku-tipis „Sukarnoisme di Eropa“, Jakarta – Pustaka Pena,2001 dan Milis Indonesia-l (Apakabar), 2001.

Senin, 02 Juni 2014

KEHEBATAN TOKOH SOEKARNO DAN “PEKIK MERDEKA DI LENINGRAD”

KEHEBATAN TOKOH SOEKARNO DAN “PEKIK MERDEKA DI LENINGRAD”
(http://indonesiaberjuang-gerpindo.blogspot.nl/2014/06/kehebatan-tokoh-soekarno-dan-pekik.html)
Oleh: MD Kartaprawira
Tulisan  terlampir di bawah “Pekik Merdeka di Leningrad” adalah karya Roso Daras. Artikel tersebut  mengingatkan kembali lembaran sejarah persahabatan mesra antara rakyat Indonesia dan Uni Soviet di masa bangsa Indonesia sedang berjuang sekuat tenaga untuk melanjutkan Revolusi Agustus 1945 – melawan kolonialisme demi  merebut kembali Irian Barat dan  tegaknya Negara Kesatuan RI dari Sabang sampai Merauke. Ketokohan Bung Karno telah berhasil meyakinkan rakyat Uni Soviet bahwa Indonesia adalah sahabat dekat, yang perjuangannya perlu dibantu. Syahdan, menurut Menteri Gromiko (mantan) dalam biografinya, ketika Bung Karno menceritakan penderitaan dan  nasib rakyat Indonesia di bawah  kolonialisme Belanda, Perdana Menteri Chruschev sampai meneteskan air matanya.
Di Uni Soviet di mana saja orang Indonesia diterima dengan akrab-bersahabat. Lagu “Nyiur melambai” (bhs. Rusia) banyak dinyanyikan  oleh penduduk. Lagu  “Ayo Mama” sangat disenangi oleh muda-mudi, selalu menjadi lagu penutup dalam pertemuan-pertemuan persahabatan Indonesia-Uni Soviet, yang diselenggarakan oleh mahasiswa-mahasiswa Indonesia, yang dikirim belajar di berbagai universitas/institut Uni Soviet. Begitu besarnya solidaritas  kepada Indonesia, mereka kalau ketemu kami (mahasiswa Indonesia) selalu meneriakkan Soekarno.
Tapi sayangnya persahabatan tersebut mendapat goncangan akibat pertengkaran dalam tubuh Gerakan Komunis Internasional antara blok Uni Soviet dan blok Republik Rakyat Tiongkok (RRT), di mana Partai Komunis Indonesia lebih dekat dengan RRT. Meskipun demikian persenjataan militer untuk perjuangan merebut Irian Barat terus mengalir tanpa gangguan. Bahkan kapal-kapal selam Uni Soviet pun berkeliaran di sekitar Irian Barat (penuturan kawan, yang merupakan awak kapal selam). Demikianlah secarik lembaran sejarah tentang  jasa dan kehebatan  tokoh Soekarno  dalam perjuangan  menyatukan Negara Republik  Indonesia dan penggalangan solidaritas internasional melawan NEKOLIM.  Den Haag, 01 Juni 2014.

http://rosodaras.wordpress.com/2014/02/20/pekik-merdeka-di-leningrad/
Berikut adalah penggalan kisah perjalanan Bung Karno ke Uni Soviet. Agustus 1956. Dikisahkan dalam buku “Kunjungan Presiden Republik Indonesia Sukarno ke Soviet Uni” itu, bahwa pada hari-hari berikutnya, di mana pun Presiden Sukarno beserta rombongan tampak, maka mereka bergaul dengan rakyat secara ramah-tamah.
Sebaliknya, begitu masyarakat setempat melihat wakil-wakil Indonesia, spontan menyambut mereka dengan hangat. Demikianlah tamu-tamu disambut di mana-mana: Di Lapangan Merah, di Kremlin, di stasiun-stasiun metro, di pabrik pembikin kapal terbang, dll.
Presiden Sukarno mengunjungi Pameran Pertanian dan Pameran Perindustrian Seluruh Uni Soviet. Di pavilion Uzbektistan dan Georgia, Bung Karno melihat contoh-contoh kapas dan teh. Di pavilion “industri pembikinan mesin” Bung Karno mencermati mobil-mobil, bagian bagian alat turbin yangbesar, mesin penggali batu bara dan bermacam-macam mesin lainnya.
Di bagian peternakan perhatian tamu-tamu tertarik oleh kuda-kuda yang bagus dan cepat serta juga sapi-sapi yang memberikan susu sebanyak 8 sampai 10 ribu liter setahun. Bukan hanya itu. Dengan penuh perhatian wakil-wakil Indonesia juga melihat gudang kesenian Rusia dan Soviet yaitu Galeri Tretyakorskaya, di mana disimpan beribu-ribu buah ciptaan ahli-ahli seni lukis dan seni rupa  negara itu.
Dikisahkan pula tentang beragamnya acara dan destinasi yang Bung Karno kunjungi selama berkunjung. Selain Moskow, Bung Karno mengunjungi Leningrad, Kazan, ibu kota republik otonomi Tartar, Swerdlovsk – kota industri terbesar di Ural, Aktyubinsk—ibu kota salah satu provinsi di Kazakhstan, Tasjkent, Samarkand, Asjhabad, Baku, Sukhumi, Sotji, Stalingrad. Perjalanan berkeliling negara yang sangat besar itu, dimulai tanggal 31 Agustus malam waktu utusan-utusan Indonesia berangkat dari Moskow ke Leningrad dengan naik kereta api.
“Saya merasa berbahagia pada saat ini berada di Leningrad sebab saya tahu bahwa Leningrad adalah pusat permulaan daripada revolusi bangsa Rusia. Di Leningradlah menyala dan meledak revolusi Rusia yang telah tekenal di seluruh dunia itu,” demikian berkata Presiden Sukarno di Stasiun Kereta Api Leningrad.
Bung Karno tidak saja berpidato di stasiun. Putra Sang Fajar itu juga berpidato di muka rapat raksasa kaum buruh, insinyur, ahli teknik dan pegawai di pabrik pembikinan mesin Leningrad. Sekali lagi, Presiden Sukarno berbicara tentang kota Leningrad.
Kata Bung Karno, “Di Jakarta revolusi Indonesia meledak, di Leningrad revolusi Rusia meledak. Mengertikah saudara-saudara sekalian apa sebab saya berbahagia berada di kota Leningrad, apa sebab saya merasa cinta kepadamu, apa sebab saya merasa cinta kepada segenap rakyat Leningrad? Mengertikah saudara-saudara bahwa sekarang di antara rakyat Indonesia dan saudara-saudara ada satu hubungan yang tidak dapat dilenyapkan oleh siapa pun jua.”
Dalam kesempatan itu, Presiden Sukarno meminta protokol dan rakyat Soviet tidak memanggil “Paduka Yang Mulia”. Dia minta dipanggil secara sederhana saja, ”Bung Karno” seperti dia disebut dan dipanggil oleh teman-teman sebangsanya.

Selanjutnya Bung Karno juga menceritakan, bahwa orang-orang Indonesia menyambut satu sama lain dengan memekik kata “Merdeka”. Presiden menganjurkan semua para hadirin memekik “Merdeka” lima kali bersama. Bung Karno lantas memekikkan kata Merdeka, spondan beribu-ribu buruh yang hadir di rapat itu mengulangi kata salam Indonesia itu dengan memekik “Mer-de-ka!” Bergemuruhlah pekik merdeka di Leningrad! (roso daras)

Jumat, 23 Mei 2014

Jokowi Atasi Inflasi, Perlu Komunikasi Rutin Pusat-Daerah

Jokowi Atasi Inflasi, Perlu Komunikasi Rutin Pusat-Daerah

23 Mei 2014 | 14:00
Xlarge_feb-dpy-ekbis-jokowi-atasi-inflasi-perlu-komunikasi-rutin-antarafotodotcom-_2_
NEFOSNEWS, Jakarta - Jokowi ternyata mampu mempesona para menteri. Di depan sejumlah menteri, capres ini bicara tentang penanganan yang dia lakukan terkait inflasi daerah.
"Pengalaman yang kita lihat di lapangan, hanya masalah komunikasi antara pusat dengan gubernur dan wali kota. Komunikasi ini harus rutin setiap bulan," ujar Jokowi, di hadapan ratusan peserta Rakornas V Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) 2014, di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta Pusat, Rabu (21/5/2014).
Dalam kapasitas Gubernur DKI Jakarta, Jokowi diundang berbicara mengenai ihwal pembangunan, khususnya yang berkait dengan inflasi di daerah. Rakornas dihadiri oleh Gamawan Fauzi (Menteri Dalam Negeri),  Chatib Basri (Menteri Keuangan), Chairul Tanjung (Menteri Perekonomian), dan Agus Martowardojo (Gubernur Bank Indonesia).
Komunikasi, menurut Capres Jokowi, adalah masalah utama di antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Komunikasi antar pusat dengan daerah selama ini, dinilai mantan wali kota Solo ini sangat kurang. Sehingga, berimbas pada stabilitas harga di tiap daerah. Padahal jika bisa dilakukan komunikasi rutin sebulan sekali, semua masalah terkait inflasi bisa segera diantisipasi.  
Jokowi yang kali ini mengenakan batik lengan panjang bercorak cokelat, dengan mantap berbicara di depan podium. Saat dia berbicara tentang pengurangan jumlah impor, banyak peserta rakornas  yang berdecak kagum. Terutama ketika Jokowi menyebut Pemrov DKI Jakarta telah bekerja sama dengan Pemrov Sulawesi Selatan, Lampung dan NTT.
"Kemarin saya main ke Sulsel, ada surplus beras 2,6 juta ton. Detik itu juga, saya tanda tangan dengan Gubernur Sulsel dan berasnya langsung dikirim ke Jakarta. Ketakutan saya, jika tidak distok dari Sulsel, nanti diisi beras impor. Saya ingin mencegahnya. Walaupun saat beras sudah datang, Jakarta masih ngutang. Di Lampung juga buah dan sayur melimpah. Untuk apa kita impor," beber Jokowi, sebagaimana diberitakan metrotvnews.com, pada Rabu (21/5/2014).
Mendengar itu, Gamawan Fauzi tampak serius sambil menopangkan tangan di dagunya. Sementara Chairul Tanjung terlihat mengangguk-angguk sembari tersenyum.
Menanggapi langkah yang telah ditempuh Jokowi dalam kapasitasnya selaku Gubernur DKI Jakarta, Gamawan mengatakan, kerja sama antar daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan itu harus ditiru oleh provinsi dan daerah lainnya.
"Kerja sama yang dilakukan Pak Jokowi kemarin dengan Pemprov Sulsel bagus sekali. Jakarta kekurangan beras, Sulsel kelebihan beras. Memang harus seperti itu. Satu daerah kekurangan, namun ada satu daerah yang kelebihan. Saling melengkapi," papar Gamawan.
Sementara untuk memudahkan kerjasama antardaerah, lanjut Jokowi, dibutuhkan infrastruktur laut yang memadai.  Seperti pembangunan tol laut di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Jokowi mengatakan, pengembangan tol laut antar pulau ini bertujuan agar biaya kirim lebih murah.
"Harus dibangun biar biaya kirim murah. Masa biaya kirim dari Jawa ke Eropa lebih murah daripada ke Papua? Di Belawan, di Papua, ada deep-sea port. Tiap hari ada kapal besar (yang bisa dimanfaatkan). Saya yakin harga semen di Jawa Rp 50 ribu, (nanti) di Papua juga (bisa) sama. Biar keadilan merata. Kemudian di NTT, 40 ribu sapi bisa sebenarnya sekali angkut. Tapi (kapasitas) kapal kita, cuma 200 (sapi) sekali angkut," tutur Jokowi menjelaskan konsep pembangunan dan pengembangan tol laut.
Pada kesempatan yang sama, Frans Lebu Raya, Gubernur Nusa Tenggara Timur, menilai pokok-pokok pemikiran Jokowi ini patut untuk diimplementasikan oleh pemerintah pusat maupun daerah. "Saya setuju dengan pemikiran Pak Jokowi, agar harga di Jawa sama di Papua," katanya. (dpy)
Caption Foto: Jokowi (antarafoto)

Senin, 07 April 2014

Freeport Menang, Kontrak Diperpanjang hingga 2041

Freeport Menang, Kontrak Diperpanjang hingga 2041

7 April 2014 | 14:30
Xlarge_feb-ekbis-freeport-perpanjang-kontrak-ptfidotcodotid
NEFOSNEWS, Jakarta – Pemerintah akhirnya takluk menghadapi Freeport yang ingin lebih lama lagi berada di Papua. Kontrak karya (KK) perusahaan raksasa tambang asal AS ini diperpanjang 2 kali 10 tahun atau hingga 2041.
“Para pengusaha ini minta kepastian perpanjangan karena telah membenamkan dana investasi besar. Ini poin titik temu kami,” kata Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), seperti dikutip dari Kontan, Senin (7/4/14).
Dengan perpanjangan durasi KK tersebut, berarti Freeport menambang di Papua selama 74 tahun. KK pertama PT Freeport Indonesia ditandatangani tahun 1967, tepat begitu Undang-undang Penanaman Modal Asing (UU No. 1 Tahun 1967) diberlakukan oleh Presiden Soeharto sebagai penanda dimulainya Orde Baru.
KK kedua ditandatangani tahun 1991. Seturut KK kedua ini, masa kerja Freeport akan berakhir pada 2021. Namun menjelang tenggat waktu itu, pemerintah ternyata memperpanjang kembali masa kerjanya hingga 2 x 10 tahun (sampai tahun 2041).
Perpanjangan KK itu sebenarnya bertentangan dengan UU No 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (minerba). UU ini menyatakan bahwa, KK setiap perusahaan yang habis masa kontraknya tidak akan diperpanjang. Rezim KK akan dihapus, diganti dengan rezim IUPK (izin usaha pertambangan khusus) yang setara dengan pertambangan biasa.
Bobby Rizaldi, anggota Komisi VII DPR RI mengatakan, indikasi perpanjangan KK Freeport sebenarnya sudah terbaca sejak lama. Sebab perlakuan pemerintah terhadap Freeport berbeda dengan Inalum atau Blok Mahakam.
Untuk Inalum dan Blok Mahakam, pemerintah sudah menyiapkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengambil alih keduanya. Namun untuk Freeport, pemerintah seperti tidak tertarik opsi selain memperpanjang KK, tidak menyiapkan BUMN untuk menguasai atau menasionalisasi Freeport. 
“DPR harus mengawasi ini, untuk memastikan apakah itu memang opsi yang terbaik bagi rakyat Papua dan Indonesia,” kata Bobby.
Selain Freeport, pemerintah juga berencana memperpanjang KK PT Vale Indonesia, perusahaan tambang asal Brasil. KK Vale semestinya habis pada 2025, namun kemudian diperpanjang hingga 2045. (anila)
Caption foto: Freeport perpanjang kontrak. (ptfi.co.id)

Komentar

Belum ada komentar Jadilah yang pertama!

Tulis komentar baru